Selasa, 09 Juni 2009

Keharusan Mempercepat Pencapaian MDGs
09 June 2009
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 2000 telah mencanangkan delapan tujuan yang hendak dicapai negara-negara di dunia untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran global. Impian itu dikenal dengan nama tujuan pembangunan milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) dengan target pencapaian pada 2015.

Delapan sasaran MDGs tersebut adalah menghapus kemiskinan dan kelaparan, pendidikan untuk semua orang, promosi kesetaraan gender, penurunan kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, menjamin keberlanjutan lingkungan, dan kemitraan global dalam pembangunan.

Indonesia adalah salah satu negara yang meratifikasi kesepakatan global tersebut. Ini berarti pemerintah harus secara serius melakukan berbagai upaya agar delapan sasaran tersebut bisa dicapai sesuai dengan target waktu yang ditetapkan.

Namun pemerintah tidak bisa berjuang sendiri. Pihak lain terkait, seperti korporat, perlu membantu pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut. Lalu peran apa yang bisa dimainkan kalangan korporat?

Menurut Ketua Corporat Forum for Community Development (CFCD), Thendri Supriyatno, korporat bisa membantu pencapaian MDGs dengan melakukan tanggung jawab sosialnya atau corporat social responsibility (CSR). Dengan CSR, maka target pencapaian MDGs bisa dipercepat.

Pemerintah, katanya, tidak mungkin bisa berjuang sendiri mencapai tujuan global tersebut. Sebab pemerintah memiliki banyak kekurangan. ”Peran publik, dalam hal ini korporat, sangat signifikan. Aktivitas CSR yang mereka lakukan sangat membantu proses pencapaian MDGs,” katanya. Thendri mencontohkan tentang upaya memerangi HIV/AIDS. Penyakit ini timbul salah satunya karena pemakaian narkoba. Dalam hal ini, banyak korporat yang mendukung Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk mengatasi masalah narkoba tersebut.

Juga dalam hal pemberantasan kemiskinan. Korporat telah melakukan upaya mengatasi itu dengan membuka peluang kerja bagi masyarakat. ”Yang bisa menciptakan peluang kerja adalah korporat. Dengan merekrut masyarakat sebagai pekerja, apalagi dalam jumlah besar, maka itu sama artinya dengan mengurangi jumlah kemiskinan,” terang Thendri.

Daerah tertinggal
Menurut Thendri, yang perlu lebih diperhatikan adalah masyarakat di daerah tertinggal. Sebab tingkat kemiskinan di sana sangat tinggi. Pemerintah harus lebih memrioritaskan masyarakat di daerah tertinggal daripada di kawasan lain. Caranya dengan mendorong pertumbuhan ekonomi agar lebih berkembang.

Untuk itu, pemerintah perlu mendorong kalangan korporat untuk melakukan ekspansi usahanya ke kawasan tertinggal. Namun, pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, seperti jalan, jembatan, dan sebagainya.

”Pemerintah perlu memberikan insentif bagi korporat yang melakukan kegiatan usahanya di daerah tertinggal. Sebab hal itu akan membuka peluang lapangan kerja yang besar. Jika itu terjadi maka angka kemiskinan bisa dikurangi,” papar Thendri.

Sementara itu, Programme Coordinator Business Watch Indonesia, Domi Savio Wermasubun mengatakan, korporat bisa membantu pencapaian MDGs dengan melakukan beberapa hal. Antara lain memerhatikan karyawannya.

Karyawan ini tidak hanya yang bekerja langsung di perusahaannya, tapi juga yang berada di sepanjang rantai pasokannya (supplay chain). Misalnya, perusahaan yang mengambil bahan baku dari petani maka dia juga harus memerhatikan para petani.

”Aspek yang perlu diperhatikan misalnya soal pendidikan anak. Bagi karyawan, apakah sudah ada komponen tunjangan pendidikan anak dalam gajinya. Ini juga penting untuk diperhatikan kalangan korporat. Juga aspek pendidikan masyarakat yang berada di supply chain nya,” ujar Domi. Tanpa harus diberikan insentif atau bahkan diminta pemerintah, PT Unilever Indonesia Tbk merupakan salah satu dari beberapa perusahaan yang punya impian besar, turut membangun bangsa Indonesia. Sejumlah program CSR Unilver telah menjadi bagian dari kegiatan bisnisnya. Banyak sekali program CSR Unilever hingga membuahkan sejumlah penghargaan.

Secara garis besar, terdapat empat kelompok program CSR perusahaan ini yakni, pengembangan usaha kecil menengah (UKM), pelestarian sumber air, program daur ulang dan program pendidikan kesehatan masyarakat. Semua program mengarah kepada tujuan akhir, sukses MDGs

Dan seperti pendapat Domi Savio, Unilever telah sejak lama menggandeng rantai pasokan dalam kegiatan bisnisnya. Yang menonjol antara lain kerjasama Unilever dengan Universitas Gajah mada untuk membina petani kedelai hitam untuk memasok pabrik Kecap Bango dan pembudidayaan serta pengolahan ikan air tawar untuk dijadikan bahan baku penyedap rasa Royco.

”Dalam mengembangkan kerjasama itu, kami tak lagi memikirkan untung atau rugi dalam jangka pendek. Dengan adanya petani dan peternak binaan itu, justru untuk jangka panjang Unilever dan pihak mitra sama-sama mendapat keuntungan. Itu yang kami tuju,” kata Presiden Direktur Unilever, Maurits Lalisang disela rehat acara Unilever Leadership Forum di Jakarta. Soal pembinaan masyarakat sekitar perusahaan, terbukti Unilever telah menggelar sejumlah kegiatan sosial mulai program kebersihan dan daur ulang sampah di Surabaya dan Jakarta, hingga membina usaha kecil dan menengah dalam program petani kedelai dan peternak ikan air tawar itu.

Memang masyarakat sekitar, kata Damio, juga perlu mendapat perhatian. Kalau misalnya mereka belum siap menjadi tenaga kerja di perusahaan, maka perusahaan perlu memberikan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat sehingga mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja. ”Dengan mereka bekerja, maka kemiskinan bisa dikurangi,” ujar Damio.

Maurits menjamin, soal CSR Unilever yang justru selalu dijalankan dengan kemitraan sehingga mampu menambah jumlah lapangan pekerjaan. ”Dalam serangkaian program CSR, kami selalu menerapkan kemitraan. Selain akan membuka peluang kerja juga sekaligus mengajak perusahaan lain untuk aktif terlibat,” tegas Maurits.

Insentif pajak
Thendri dan Domi sepakat tentang perlunya pemerintah memberikan perhatian kepada korporat agar mereka terus melakukan kegiatan CSR nya. Salah satunya dengan cara memberikan insentif pajak.

Menurut Thendri, pemerintah perlu memberikan keringan pajak kepada perusahaan yang telah melakukan CSR. Ini sebagai motivasi agar mereka konsisten melakukan hal tersebut. Ini penting agar bisa yang dikeluarkan perusahaan bisa menjadi faktor pengurang pajak.

”Pemerintah juga perlu memberikan apresiasi kepada perusahaan yang telah melakukan CSR. Misalnya dengan memberikan penghargaan atau award,” katanya.

Sementara Domi mengatakan, dengan insentif pajak, maka biaya yang harus dikeluarkan korporat bisa berkurang. Yak tak kalah pentingnya adalah mengurangi biaya siluman. Komponen biaya ini seringkali sangat besar. Akibatnya biaya untuk kesejahteraan karyawan menjadi berkurang.

”Jadi pemerintah perlu memfasilitasi bisnis yang efisien dengan cara mengurangi biaya siluman dan memberikan penurangan pajak. Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah menata sistem ekonomi sehingga saling nyambung. Misalnya membuat petani kedelai mengetahui pemasaran produknya sehingga bisa terserap oleh korporat,” papar Domi.

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=297177&kat_id=438

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment Chatt Room